Wawasan Gender dalam Ekologi Alam dan Manusia Perspektif al-Quran
P erspektif al-Qur’an mengenai ekologi berwawasan gender mengusung teori ekohumanis teosentris . Hal ini berdasarkan deskripsi al-Qur’an mengenai interkoneksi dan interaksi harmonis antara manusia dengan dirinya sendiri ( h abl ma‘a nafsih ), manusia dengan sesama manusia ( h abl ma‘a ikhwânih ), ma...
Gespeichert in:
Veröffentlicht in: | Ulul Albab (Universitas Islam Negeri Malang) 2015-12, Vol.16 (2), p.131 |
---|---|
1. Verfasser: | |
Format: | Artikel |
Sprache: | eng ; ind |
Schlagworte: | |
Online-Zugang: | Volltext |
Tags: |
Tag hinzufügen
Keine Tags, Fügen Sie den ersten Tag hinzu!
|
Zusammenfassung: | P erspektif al-Qur’an mengenai ekologi berwawasan gender mengusung teori ekohumanis teosentris . Hal ini berdasarkan deskripsi al-Qur’an mengenai interkoneksi dan interaksi harmonis antara manusia dengan dirinya sendiri ( h abl ma‘a nafsih ), manusia dengan sesama manusia ( h abl ma‘a ikhwânih ), manusia dengan alam raya ( h abl ma‘a bî’atih ) dan manusia dengan Allah ( h abl ma‘a Khâliqih ), tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, dengan ditemukannya isyarat keseimbangan karakter feminin dan maskulin dalam setiap individu manusia, temuan Disertasi ini berbeda dengan pendapat tokoh feminis yang menganggap kerusakan lingkungan memiliki korelasi dengan sikap dominatif laki-laki terhadap perempuan. Dalam al-Qur’an, manusia secara umum dideskripsikan memiliki potensi yang sama dalam merusak sekaligus melakukan upaya konservasi lingkungan.
Perspektif al-Qur’an mengenai wawasan gender dalam ekologi manusia, ditemukan dalam tiga i syarat identitas gender, yaitu: 1) keberpasangan secara biologis, 2) berbagai istilah yang menunjuk kepada laki-laki dan perempuan dalam interaksinya, dan 3) keseimbangan karakter feminin dan maskulin dalam setiap individu manusia, yang mengindikasikan potensi intelektual dan emosional serta peran yang sama dalam interaksi sosialnya.
Hal menarik lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah, dalam pandangan al-Qur’an masing-masing karakter feminin dan maskulin dalam diri manusia digambarkan memiliki sisi/nilai positif dan negatif. Karakter feminin dan maskulin yang memiliki sisi /nilai negatif inilah, yang selama ini menjadi perdebatan akademis mengenai sterotip bagi laki-laki dan perempuan yang berimbas pada peran sosialnya .
Pendapat penulis dalam penelitian ini memiliki kesamaan dengan: Ibn ‘Âdil al- H anbalî (W. 880 H), al-Marâghî (L. 1881 M), Sachiko Murata (1992), Amina Wadud (1999), Zaitunah Subhan (1999), Nasaruddin Umar (2001), Simode de Beauvoir (2003), Musdah Mulia (2004) Muhammad Quraish Shihab (2005), dan Slamet Firdaus (2011), yang menyatakan perbedaan potensi intelektual dan emosional manusia tidak ditentukan berdasarkan perbedaan biologis. Sebaliknya, penulis berbeda pendapat dengan: al-Asfahânî (W. 406 H), Fakhr al-Râzî (L. 544 H), al-Zamakhsharî (467-538 H), al-Qurthubî (W. 671), al-Biqâ‘î (809-885 H), al-Shabûnî (w. 1928 M), Hamka (1908-1981 M), Thabâthabâ’î (1321-1404 H), serta Mu h ammad ‘Abduh (1849-1905 M) dan Mu h ammad Rashîd Ridhâ (1865-1935 M), yang mengatakan bahwa potensi intelektual l |
---|---|
ISSN: | 1858-4349 2442-5249 |
DOI: | 10.18860/ua.v16i2.3177 |