Muslim Melankolik dalam Film Islam Berlatar Luar Negeri

Penelitian ini mempertanyakan kembali penamaan bagi Film Islam Indonesia yang seringkali dilabeli sebagai kosmopolit. Pelabelan kosmopolitan dan transnasional tidak saja kurang tepat, tetapi keliru. Pemakaian istilah kosmopolit ini bermula dari booming-nya Ayat-Ayat Cinta di tahun 2008 diikuti film...

Ausführliche Beschreibung

Gespeichert in:
Bibliographische Detailangaben
Veröffentlicht in:Retorik: Jurnal Ilmu Humaniora 2022-04, Vol.9 (2), p.207-218
1. Verfasser: Linda, Gusnita
Format: Artikel
Sprache:eng
Online-Zugang:Volltext
Tags: Tag hinzufügen
Keine Tags, Fügen Sie den ersten Tag hinzu!
Beschreibung
Zusammenfassung:Penelitian ini mempertanyakan kembali penamaan bagi Film Islam Indonesia yang seringkali dilabeli sebagai kosmopolit. Pelabelan kosmopolitan dan transnasional tidak saja kurang tepat, tetapi keliru. Pemakaian istilah kosmopolit ini bermula dari booming-nya Ayat-Ayat Cinta di tahun 2008 diikuti film senada lainnya. Untuk itu penelitian ini menganalisis tren narasi dari film Ayat-Ayat Cinta, 99 Cahaya di Langit Eropa, Haji Backpacker, dan Assalamualaikum Beijing dengan menggunakan analisis ‘The Third Meaning’ Roland Barthes. Analisis pertama ini bertujuan menemukan unsur filmis untuk menjawab pertanyaan mengenai identitas Muslim yang dihadirkan. Analisis ini menemukan sosok Muslim (kelas menengah) Indonesia yang dihadirkan empat film tersebut sebagai Muslim yang melankolik, yaitu Muslim yang gagal meratapi kehilangan kebesaran/kejayaan Islam. Muslim Melankolik ini sedang mengonstruksi atau menulis kembali sejarah dunia (Islam), sejarah hubungan Timur-Barat. Subjek melankolik yang seolah ingin berdamai dengan trauma (sejarah) justru merepetisi orientalisme. Melalui teori objek of desire virtual Deleuze, konstruk dunia yang dibayangkan oleh Muslim melankolik ini adalah peradaban dunia yang berhutang budi pada peradaban Islam. Maka, dunia akan lebih baik dengan adanya (kejayaan) Islam. 
ISSN:1412-6931
2549-2225
DOI:10.24071/ret.v9i2.3912