TRADISI NGANYARI AKAD NIKAH PADA MASYARAKAT JENGGLONG DI BOYOLALI

Abstrak:Tajdidun nikah atau memperbarui akad nikah adalah upaya untuk mewujudkan keluarga yang harmonis, setelah terjadi perceraian. Berbagai pendapat fuqaha menyatakan bahwa tajdid nikah dilakukan karena sebab perceraian dan adanya ruju’ atau kembali diantara kedua belah pihak. Namun hal ini sediki...

Ausführliche Beschreibung

Gespeichert in:
Bibliographische Detailangaben
Veröffentlicht in:Ahwal (Yogyakarta, Indonesia) Indonesia), 2020-11, Vol.12 (2), p.198-207
1. Verfasser: Ma'mun, Sukron
Format: Artikel
Sprache:eng
Online-Zugang:Volltext
Tags: Tag hinzufügen
Keine Tags, Fügen Sie den ersten Tag hinzu!
Beschreibung
Zusammenfassung:Abstrak:Tajdidun nikah atau memperbarui akad nikah adalah upaya untuk mewujudkan keluarga yang harmonis, setelah terjadi perceraian. Berbagai pendapat fuqaha menyatakan bahwa tajdid nikah dilakukan karena sebab perceraian dan adanya ruju’ atau kembali diantara kedua belah pihak. Namun hal ini sedikit berbeda dengan nganyari (memperbaruhi atau tajdid) akad nikah yang berlangsung pada masyarakat Jengglong Boyolali. Nganyari nikah tersebut tidak dilaksanakan bukan karena adanya ruju’ setelah perceraian dalam masa iddah, tetapi disebabkan karena persitiwa kematian yang berlangsung pada saat akad pernikahan atau walimatul ursy (pesta pernikahan) yang berlangsung oleh kedua belah pihak.Kajian ini membahas tradisi nganyari (tadjid) akad nikah yang dilaksakan oleh masyarakat Jenggong, Boyolali. Menarik tentunya dikaji disini dalam kerangka hukum Islam maupun ilmu sosial budaya. Sehingga kajian ini diarahkan untuk melihat bagaimana sejarah nganyari akad nikah di dusun Jengglong, proses pelaksanaan nganyari akad nikah, dan perspektif hukum Islam mengenai nganyari akad nikah tersebut. Kajian ini merupakan kajian lapangan dengan pendekatan normative-sosiologis. Kerangka teoritik urf digunakan untuk memotret perspektif hukum Islam atas tradisi nganyari akad nikah tersebut. Sementara pendekatan sosiologis digunakan untuk melihat fenomena tersebut bukan semata persoalan hukum Islam, namun juga terkait dengan tradisi dan keyaninan masyarakat. Hasil kajian ini menunjukkan tradisi nganyari akad nikah bukan untuk memperbaharui akad nikah karena persoalan hukum Islam rusaknya (fasid) akad atau perceraian, tetapi lebih pada kekakinan dan tradisi, namun begitu tradisi ini mengakar kuat dan menjadi semacam kelaziman atau bahkan nyaris tututan. Kata kunci: nganyari akad nikah, urf, tradisi dan hukum Islam. AbstractTajdidun nikah or renewing marriage contract is an effort to implement a harmonic family after having a divorce. Many Islamic scholar arguments said that tajdid nikah had to be done because of having divorced and an effort to reunite both ex-husband and ex-wife. However, it is a difference with nganyari (Java, renew) akad nikah tradition that occurs in Jengglong community of Boyolali. The nganyari nikah is not due to an effort to reunite a spouse after having divorce during iddah (waiting periode), however, it is caused by an incident of death at marriage contract between a certain bride and groom is ongoing on or walimatul ursy (wedding party) is still taking place.Thi
ISSN:2085-627X
2528-6617
DOI:10.14421/ahwal.2019.12207